Siapa pun pasti tak pernah berharap menjadi orang tua tunggal (single parent). Keluarga yang lengkap dan utuh merupakan idaman setiap orang. Namun, adakalanya nasib berkata lain. Menjadi single parent dalam sebuah rumah tangga tentu saja tidak mudah. Terlebih, bagi seorang isteri yang ditinggalkan suaminya, karena meninggal atau bercerai. Paling tidak, dibutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan si buah hati, termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Meski menjadi orangtua tunggal terbilang tak mudah dijalani, namun sangat banyak wanita yang menjadi ibu sekaligus kepala keluarga, tetap sukses membesarkan anak-anaknya. 

Ada solusi bagi mereka yang mengalaminya agar tidak terlalu larut dengan keputus-asaan tetapi mereka harus bangkit demi melajutkan kehidupan yang lebih baik terutama untuk anak-anaknya agar mereka bisa menjadi anak yang berkualitas secara pendidikan maupun kehidupan sosialnya seperti layaknya mereka yang mempunyai keluarga utuh atau lengkap.”Ternyata mendidik anak tidak hanya membutuhkan keuletan dan kesabaran, tapi juga harus ada bimbingan dari Yang Di Atas,'' Setiap orang pasti pernah menghadapi persoalan berat dalam hidupnya. Persoalaan itu, bisa menjadi berat dan bisa pula menjadi ringan tergantung setiap orang menyikapinya. ''Semua persoalan pasti ada jalan keluarnya. Kuncinya, asal mau selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta,'' 

Anak masalah terberat, pakar ahli jiwa AS, Dr Stephen Duncan, dalam tulisannya berjudul The Unique Strengths of Single-Parent Families mengungkapkan, pangkal masalah yang sering dihadapi keluarga yang hanya dipimpin orangtua tunggal adalah masalah anak. Anak, paparnya, akan merasa dirugikan dengan hilangnya salah satu orang yang berarti dalam hidupnya. ''Hasil riset menunjukkan bahwa anak di keluarga yang hanya memiliki orangtua tunggal, rata-rata cenderung kurang mampu mengerjakan sesuatu dengan baik dibandingkan anak yang berasal dari keluarga yang orangtuanya utuh,''terangnya. Menurut Duncan, keluarga dengan orangtua tunggal selalu terfokus pada kelemahan dan masalah yang dihadapi. Ia berpendapat, sebuah keluarga dengan orangtua tunggal sebenarnya bisa menjadi sebuah keluarga yang efektif, laiknya keluarga dengan orangtua utuh. Asalkan, mereka tak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya. ''Melainkan, harus secara sadar membangun kembali kekuatan yang dimilikinya,'' katanya. Sedangkan, Stephen Atlas, pengarang buku Single Parenting, menuliskan, jika keluarga dengan orangtua tunggal memiliki kemauan untuk bekerja membangun kekuatan yang dimilikinya, itu bisa membantu mereka untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Duncan menyambung, ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari upaya itu bagi si orangtua maupun anak-anaknya. ''Dengan begitu, sebenarnya bukan sebuah halangan bagi wanita yang menjadi single parent untuk mendidik dan memelihara keluarganya,'' katanya. Apalagi ada sebuah kajian psikologi yang menyatakan bahwa wanita bisa lebih kuat menghadapi perpisahan, baik itu kematian maupun perceraian dengan pasangan, ketimbang laki-laki. Wanita semestinya lebih tahan menderita karena secara sunnahtullah ia terlatih untuk 'kuat' menghadapi darah menstruasi di awal balighnya, hamil, dan melahirkan. Sementara, di usia baligh yang sama, anak laki-laki mungkin masih bermain-main. 

Kematangan Wanita sebagai Single Parent
Seperti yang telah disebutkan pada sebelumnya bahwa keluarga yang berstatus single parent disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang ada itu mempengaruhi kematangan wanita sebagai seorang single parent. Kematangan dalam segi fisik dan terutama psikologis menjadi faktor yang utama yang dibutuhkan untuk keberhasilan wanita sebagai single parent dalam membesarkan anaknya. Wanita sebagai single parent yang sangat riskan dalam membesarkan anaknya adalah disebabkan oleh kehamilan sebelum menikah, karena sebagian besar kehamilan sebelum menikah terjadi pada remaja. Remaja belum memiliki kematangan yang cukup untuk menjadi single parent. Pada kasus ini dibutuhkan dukungan yang lebih besar dari keluarganya untuk menyiapkannya menjadi seorang single parent. Pada kasus lain yang menyebabkan wanita menjadi single parent (perpisahan atau perceraian, kematian suami atau istri, dan adopsi), dirasa tidak terlalu bermasalah pada kematangan wanita tersebut (terutama alasan adopsi karena ada keinginan internal dari wanita untuk memiliki dan membesarkan anak, artinya ia telah benar-benar siap dengan segala konsekuensi sebagai single parent) karena pada kondisi itu wanita dinggap telah dewasa dan telah mampu menghadapi segala perubahan yang terjadi, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tetap membutuhkan jangka waktu tertentu untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru.
Kematangan wanita yang berstatus sebagai single parent merupakan hal yang utama dibutuhkan dalam membesarkan serta mendidik anak-anaknya. Hal tersebut dikarenakan, kematangan pada wanita sebagai single parent dapat mempengaruhi caranya dalam memanajemen diri dan keluarganya, terutama dalam membentuk anak yang berkualitas. 

Manajemen Keluarga pada Keluarga Berstatus Single Parent
Orang tua sebagai single parent harus menjalankan peran ganda untuk keberlangsungan hidup keluarganya. Sebagai single parent, wanita harus mampu mengkombinasikan dengan baik antara pekerjaan domestik dan publik. Dalam hal ini, kematangan fisik dan psikologis merupakan faktor yang sangat vital dibutuhkan untuk melakukan manajemen keluarga.
Wanita yang berstatus single parent dimana ia harus mencari uang untuk menafkahi keluarganya dan juga harus memenuhi kebutuhan kasih sayang keluarganya harus melakukan perencanaan yang matang dalam pengorganisasian kegiatanya menjalankan peran ganda. Dalam melakukan perencanaan tersebut, ia harus mengkomunikasikan rencana yang telah ia buat pada keluarga terdekatnya (orang tua, paman atau bibi), terutama yang akan dimintai bantuan nantinya. 
Setelah dilakukan perencanaan, maka ia harus melaksanakan rencana yang telah ia buat. Apabila diperlukan, maka ia bisa juga meminta bantuan pada keluarga terdekatnya untuk membantu kegiatan keluarganya selama ia diluar rumah untuk mencari nafkah, tentunya ia harus mengkomunikasikan hal ini sebelumnya dengan orang yang bersangkutan. 
Hal terakhir yang harus dilakukan dalam memanajemen keluarga yang berstatus single parent adalah dengan mengevaluasi semua kegiatan yang telah berlangsung di keluarga. Evaluasi diperlukan untuk meninjau apakah kegiatan keluarga yang telah berlangsung, terutama yang dihandle oleh anggota keluarga yang lain sesuai dengan harapannya atau tidak. Disamping itu, evaluasi juga dibutuhkan membenahi perencanaan keluarga selanjutnya.

Manajemen Wanita sebagai Single Parent dalam Membentuk Anak yang Berkualitas
Membentuk anak yang berkualitas merupakan tugas dari semua orang tua, begitu pula dengan single parent. Akan tetapi, ada beberapa hal khusus yang harus dilakukan oleh single parent agar anaknya berkembang sama seperti anak-anak pada keluarga lengkap. Hal tersebut antara lain sebagai berikut:

• Pengganti Figur Orang Tua yang Hilang
Wanita sebagai single parent harus mampu menjadi ibu bagi anak-anaknya sekaligus memenuhi kebutuhan anaknya akan figure seorang ayah. Menjalankan dua peran tersebut bukanlah hal yang mudah. Senada dengan yang diungkapkan oleh Elly Risman, “Sudah suratan takdir laki-laki tak akan bisa menjadi ibu seutuhnya, begitu juga ibu tak bisa sepenuhnya mengisi peran ayah”. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan bahwa dalam kasus single parent, wajib hukumnya bagi ayah atau ibu yang menjadi orang tua tunggal untuk tetap menghadirkan sosok ayah atau ibu yang tidak ada selama membesarkan anak-anaknya. Mengenai siapa yang bisa dihadirkan sebagai pengganti salah satu orang tua yang tidak ada, menurut Elly, bisa merupakan keluarga terdekat, seperti paman-bibi, kakek-nenek. Pokoknya kerabat sedarah yang tidak mengizinkan adanya pertalian nikah (muhrim). Tak mesti sosok pengganti salah satu orang tua ini berada bersama anak setiap saat. “Cukup selama dua tiga hari atau saat melakukan kegiatan tertentu, seperti belanja ke pasar atau mal bersama nenek dan bibi, sedangkan pergi ke bengkel atau berolahraga dengan paman.” Dengan demikian apa yang tidak didapatkan anak dari salah satu orang tua tetap bisa terpenuhi. “Oh, kita harus bersikap begini rupanya kalau jadi laki-laki,” atau, “Seperti ini rupanya dunia perempuan.”

• Alokasi Waktu yang Efektif
Menjadi single parent sebetulnya mempunyai sisi baik dari segi keleluasaan waktu yang dimiliki. Ibu/Ayah, hanya berperan membesarkan anak, tidak ada suami/Istri yang harus dilayani dan dimanja-manja,seperti ketika waktu Ayah dan Ibu berada satu atap. Dengan demikian seorang single parent memiliki kelebihan waktu.
Wanita sebagai single parent yang menjalankan peran ganda secara bersamaan harus memiliki manajemen waktu yang efektif. Apabila ia berada di tempat kerja, maka ia harus mengkonsentrasikan diri sepenuhnya pada pekerjaannya, dan sebaliknya, apabila ia telah berada di rumah, maka ia harus mencurahkan seluruh perhatiannya terutama pada anak-anaknya. Ia harus menemani anaknya makan, belajar, ataupun membacakan dongeng sebelum tidur.

• Komunikasi dengan Anak Harus Selalu Dijaga
Manusia sanggup mencintai dan dicintai, ini adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih sayang, dan penerimaan orang lain amat dibutuhkan manusia. Anak sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Kasih sayang yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku anak yang kurang baik. Anak akan menjadi agresif, kesepian, frustrasi, bahkan mungkin bunuh diri. Kondisi seperti itu sangat rentan terjadi pada anak dengan kondisi keluarga single parent. Maka orang tua perlu berkomunikasi dengan anak, agar dia tidak merasa kesepian. Orang tua mendengarkan cerita anak, dan sebaliknya orang tua juga menceritakan apa yang sedang dia alami. Jadikan anak sebagai sahabat, agar masing-masing pihak saling mengerti dan memahami situasi yang dialami.

• Menerapkan Disiplin
Penerapan disiplin pada keluarga single parent menjadi lebih mudah dilaksanakan karena hanya ada satu sumber komando dari Ibu atau Ayah saja. Pada kasus wanita sebagai single parent, anak akan mendapatkan disiplin dari ibunya saja. Akan lebih mudah untuk mengerti disiplin yang ditetapkan di keluarganya. Yang perlu diperhatikan adalah, ibu harus menerapkan disiplin yang ada dengan tegas sekaligus penuh kasih sayang. Selain itu, ibu perlu mengkomunikasikan disiplin yang berlaku pada anggota keluarga lain yang membantunya menggantikan figur seorang ayah bagi anaknya. 

• Menjaga Hubungan Interpersonal dengan Anak
Dalam keluarga single parent, hubungan interpersonal antara orang tua dengan anak sangatlah penting untuk dijaga. Menjaga hubungan interpersonal dengan anak dapat dilakukan dengan menjaga komunikasi serta meluangkan waktu khusus bersama anak. Hubungan antara anak dengan orang tua menjadi faktor penentu utama dalam keberhasilan anak berperilaku prososial ketika berinteraksi di lingkungan sosial yang lebih luas Oleh karena itu, hubungan yang terjalin dengan baik antara orang tua dengan anak menentukan keberhasilan anak dalam menjalin hubungan secara interpersonal dengan orang lain.

• Persepsi Positif Terhadap Anak
Kadangkala sebagian single parent, wanita merasa stress dengan beragam pekerjaan yang menumpuk di kantor ditambah lagi dengan kerumitan permasalahan rumah tangga, terutama yang berkaitan dengan anak yang rewel. Kondisi tersebut seringkali menyebabkannya berpersepsi negatif (menganggap anak ini nakal, makannya rewel, tidak menghargai waktu saya dan berbagai persepsi awal negative lainnya) terhadap anak yang dapat menyebabkannya melakukan perbuatan kasar terhadap anak (seperti mencubit, memukul, memarahi, dll). Tanpa kita sadari persepsi negatif mampu memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan anak serta kepribadian anak pada masa dewasanya. 
Persepsi mengarahkan tindakan kita. Tindakan kita akhirnya memicu reaksi dari anak. Reaksi dari anak akan memicu pemikiran tertentu. Pemikiran ini akan membentuk persepsi anak tentang dirinya sendiri. Akhirnya konsep diri anak terbentuk. 

Tips untuk Orang Tua, Terutama Wanita sebagai Single Parent
  1. Tunjukkan kasih sayang. Setiap hari, katakan padanya, “Ibu sayang kamu, kamu buah hatiku”. Beri ia banyak sentuhan dan ciuman. 
  2. Dengarkan ketika anak-anak bercerita. Beri pula komentar dan dengar kembali apa reaksi mereka. 
  3. Ciptakan rasa aman. Lindungi mereka jika mereka merasa takut. Perlihatkan bagaimana Anda selalu berusaha melindungi mereka. 
  4. Sediakan semua kebutuhannya. Buat jadwal makan, tidur, main, Jika Anda mengubah jadwal, katakan padanya. 
  5. Puji. Ketika mereka belajar sesuatu yang baru atau berperilaku baik, katakan padanya, Anda bangga padanya. 
  6. Kritik perilaku yang salah, bukan anaknya. Jika anak berbuat kesalahan, jangan katakan, “Kamu salah!” Sebaliknya, jelaskan padanya, kesalahan yang telah dilakukannya. Misalnya; “Berlari ke jalan raya tanpa melihat kiri-kanan, sangat berbahaya, lo. Jadi, harus tengok kanan-kiri dulu.” Ini jauh lebih baik dan bijaksana dibanding Anda mengatakan, “Kamu ini bagaimana, sih? Kok, main nyelonong saja!” 
  7. Konsisten. Aturan anda tidak harus sama dengan aturan di keluarga lain. Yang pasti, harus selalu jelas dan konsisten. Konsisten berarti aturan mainnya sama setiap waktu. Jika kedua orang tua membesarkan anak, keduanya harus menggunakan aturan yang sama. Juga pembantu, saudara, harus mengikuti dan mengetahui aturan yang Anda buat bersama. 
  8. Lewatkan waktu bersama anak. Pergi atau main bersama, membersihkan rumah bersama. Pendek kata, selalu libatkan anak. Yang dibutuhkan anak adalah perhatian. Jika ia bertingkah 


Pada hakekatnya manusia diciptakan menjadi perempuan dan laki-laki. Keduanya diciptakan agar bisa saling melengkapi guna membangun suatu sinergi baru yang lebih dan bermanfaat bagi umat manusia. Namun juga dalam keluarga di mana anak pertama kali mengenal pendidikan. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan perkembangan kepribadian sangatlah besar artinya. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak. Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah praktik pengasuhan anak. Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Brown (1961: 76) yang mengatakan bahwa keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya.

Namun demikian, banyak anak yang tidak mendapatkan kasih sayang orang tuanya secara lengkap. Diantara mereka hanya mendapatkan kasih sayang dari ibunya (single parent) saja dalam hal ini seorang ibu memerankan dua hal sekaligus, sebagai seorang ibu dan seorang ayah. Seorang wanita mempunyai dua kedudukan sekaligus sebagai ibu yang merupakan jabatan alamiah dan sebagai ayah. Ia akan memiliki dua bentuk sikap, sikap sebagai ibu yang herus bersikap lembut kepada anak-anaknya, dan sebagai ayah yang bersikap jantan dan memegang kendali aturan dan tata tertib, serta berperan sebagai penegak keadilan dalam rumah tangga. Hal ini sejalan dengan pernyataan Qaimi (2003), bahwa peran sebagai ibu menjadi sumber kasih sayang. Sosok ibu adalah teman bermain anak yag pertama, sekaligus sebagai orang yang pertama kali bergaul dengannya. Terakhir peran ibu sebagai ayah, seorang ibu walaupun dia perempuan harus menduduki posisi ayah dan bertanggungjawab dan menjaga perilaku serta kedisiplinan anaknya. Dengan tugas baru yang diembannya itu, ia memiliki tanggungjawab yang jauh lebih sulit dan berat ketimbang sebelumnya.

0 komentar :

Post a Comment

 
Top