Melakukan pekerjaan yang kita nggak suka tapi di tengah lingkungan yang menyenangkan bisa membuat kita betah. Tapi saat kita melakukan yang kita suka dan justru menemukan teman kerja yang cenderung ‘tidak ramah,' harus bagaimana?


Bila sebelum masuk kerja di hari Senin kamu sering merasa nggak enak badan dan malas ke kantor, kemungkinan besar kamu tertekan. Apa yang membuat kamu tertekan? Pekerjaan yang nggak nyaman? lingkungan yang nggak ramah, yang menurut kamu sering mencari-cari kesalahan kamu padahal kamu sudah berusaha fokus dengan pekerjaan? kalau jawaban kamu adalah beberapa poin terakhir, mungkin kamu sedang mengalami bullying di lingkungan kerja.

Punya atasan yang gemar berteriak atau bicara dengan nada tinggi ke anak buah, atau di rapat besar dia sering mencari-cari kesalahan kamu, bahkan sampai menghina? sering ‘dilupakan’ saat hendak makan siang atau bahkan kegiatan kantor? ya, itu juga tanda kamu dibully, dan mungkin kamu nggak sadar.

Sebuah riset menemukan bahwa hampir separuh manusia menjadi target bully kelompok manusia lainnya. Bak rantai kekuatan, di mana si lemah menjadi mangsa mereka yang berada di golongan pemburu (golongan kuat) maka di lingkup manusiapun ternyata kita bisa menemukan hal demikian.

Riset lebih jauh menunjukkan bahwa bullying di kantor berakibat pada menurunnya kondisi fisik karyawan, sebagian berdampak pada sisi emosional mereka, dan cenderung menjadi malas untuk berangkat kerja. Tentunya inipun akan berdampak pada performance mereka di kantor. Bagaimana performa nggak menurun bila saat berangkat kerja kamu hanya dipenuhi ketakutan-ketakutan. Ketakutan bertemu dengan orang-orang tertentu di kantor. Ketakutan dengan tumpukan pekerjaan yang sepertinya nggak habis dikerjakan. Ketakutan karena akan terus mengecewakan dengan deadline yang nggak pernah bisa dipenuhi.

“Mereka yang mengalami bullying menunjukkan tingkat kegelisahan yang tinggi, merasa lebih tertekan, dan nggak bisa fokus dengan pekerjaan,” papar Sandy Herschovis dan Julian Barling dari University of Manitoba dan Queen’s University di Ontario, Kanada. “Bullying di kantor bisa menyebabkan tekanan lebih tinggi daripada pelecehan seksual,” tambah mereka lagi.

Perhatikan tanda-tanda lainnya. Kesalahan kamu lebih sering diingat daripada prestasi (atau partisipasi) kamu di kantor. Mendengar gosip beredar di kantor tentang performa buruk seorang rekan kerja. Merasa terus tertekan dan hanya ingin berlibur.

Saat seorang rekan kerja menerima pujian untuk pekerjaan yang sebenarnya dilakukan olehmu, dan dia sering melakukan itu – itu juga bullying.

Yang paling parah mungkin adalah saat salah satu pihak dengan sengaja melakukan sabotase atas pekerjaan kamu. Dengan tujuan akhir agar kamu gagal melakukan semua pekerjaan kamu di kantor. Salah satu cara (yang cukup halus) adalah mungkin memberikan kamu jadwal bekerja yang impossible untuk ditoleransi. Selalu berhadapan dengan meeting dadakan sementara work load kamu sedang banyak.

Kebanyakan mereka yang dengan sengaja melakukan bullying memang untuk memudahkan niat mereka sendiri. Baik itu menjatuhkan sesama rekan kerja agar mendapatkan penilaian lebih baik di mata orang, atau memang pada dasarnya gemar menyuruh-nyuruh orang. Perlakuan kasar ini bisa saja mereka lakukan terang-terangan di depan orang, tapi juga bisa tersembunyi. Hanya dilakukan di depan korban.

Mereka yang dibully kadang nggak menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang dibully, sampai semuanya terlambat. Di saat semuanya terlambat maka konsekuensi yang muncul kebanyakan adalah dari sisi negatif; kekerasan di lingkungan kantor, dan yang cukup marak terjadi (pelan tapi pasti menjadi pilihan beberapa orang): bunuh diri.

Ketua Yayasan Sejiwa Diena Haryana mengatakan bahwa bullying terjadi ketika salah satu pihak mampu membuat pihak lain merasa kecil, takut, dan tertindas. “Bullying yang berlangsung terus menerus akan berdampak buruk dalam jangka panjang,” jelas Diena.

Tidak hanya itu, bullying bukan hanya berdampak langsung pada si korban, tapi juga pada lingkungan sekitar. Saat teman-teman si korban nggak bisa melakukan apa-apa untuk membantu (karena mungkin di posisi yang sama lemahnya dengan si korban).

“Orang-orang yang mengalami bullying, apalagi di kantor harus segera menyikapi keadaan. Kalau mereka sempat tertekan karena hal itu, maka harus segera berusaha mengendalikan keadaan, that’s the only way,” jelas David Yamada, professor di Jurusan Hukum Suffolk Unviersity, Boston dan peneliti di New Workplace Institute.

Penelitian lain dari Arizona State University menganjurkan agar korban bully di lingkungan kerja segera menemui pihak HRD. Segera menceritakan kasus mereka pada rekan kerja, atasan, dan tentunya divisi HRD. Mendiamkan tindakan bullying hanya akan memperpanjang perasaan tertekan dan tentunya si pelaku akan makin semena-mena karena korban nggak melakukan langkah apapun. Saat korban mulai menunjukkan bahwa mereka cukup kuat untuk melawan maka pelaku kemungkinan akan berpikir ulang untuk melakukan hal yang sama di kemudian hari.

Bila kantor kamu sekarang sepertinya nggak peduli dengan isu penting ini, dan kamu menyaksikan sendiri bahwa seorang rekan dibully, keluar mungkin bisa jadi alternatif terbaik.

“Jangan menunggu sampai perasaan tertekan itu berlarut-larut dan membuat semakin terpuruk. Akan susah saat sudah terlalu terpuruk dan korban memerlukan langkah pemulihan cepat,” jelas Dr Wendy Denning dari College Hospital University, London, Inggris.


Sumber : fimela.com

0 komentar :

Post a Comment

 
Top