Museum Bahari adalah sebuah museum yang menyimpan dan memamerkan koleksi benda-benda bersejarah yang berhubungan dengan kelautan bangsa Indonesia. Museum ini didirikan secara bertahap sejak tahun 1652 hingga 1774 M. Oleh banyak kalangan, museum ini dianggap sebagai saksi sejarah awal-mula berdirinya Kota Batavia (sekarang Jakarta).


Menurut sejarahnya, Museum Bahari merupakan salah satu bangunan tua peninggalan VOC yang didirikan pada tahun 1652 M. Pada masa penjajahan Belanda (VOC), bangunan ini berfungsi sebagai gudang untuk menyimpan, memilih, dan mengemas hasil bumi komoditas utama VOC (rempah-rempah dan pakaian) yang sangat laris di pasaran Eropa. Bangunan tua bersejarah ini berdiri persis di samping muara Sungai Ciliwung dan terdiri dari dua bangunan yang terletak di sisi barat dan timur. Bangunan yang terdapat di sisi barat sering dikenal dengan sebutan “gudang barat” (Westzijdsche Pakhuizen), sedangkan bangunan di sisi timur sering disebut “gudang timur” (Oostzijdsche Pakhuizen). Menurut ceritanya, bangunan ini didirikan bersamaan dengan selesainya pembangunan Kota Batavia (Jakarta) oleh Kongsi Dagang Belanda (VOC). Dulu, di kompleks bangunan ini terdapat tembok/benteng yang melingkarinya. Benteng ini dipercayai sebagai pembatas Kota Jakarta (city wall) pertama dengan daerah-daerah lama pada zaman Belanda.

Semenjak Belanda hengkang dari Indonesia dan diganti oleh Jepang, tepatnya pada tahun 1942, bangunan tersebut dialihfungsikan menjadi tempat menyimpan peralatan militer tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kemudian dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan dijadikan sebagai gudang. Pada tahun 1976, oleh Ali Sadikin (Gubernur Jakarta pada saat itu), bangunan bersejarah ini akhirnya dipugar, dan tepat pada tanggal 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari.

Hingga saat ini, bangunan Museum Bahari memang telah mengalami banyak perubahan dan renovasi. Masa-masa perubahan tersebut tercatat dalam setiap pintu-pintu masuknya, yakni pada tahun 1718, 1719, dan 1771 M.

Museum Bahari mempunyai koleksi yang terbilang banyak dan beragam. Wisatawan yang berkunjung  ke museum ini dapat menyaksikan berbagai jenis perahu dari seluruh daerah di Indonesia yang dilengkapi dengan gambar dan foto-foto pelabuhan pada masa lalu. Koleksi-koleksi perahu tersebut di antaranya, Perahu Pinisi dari Bugis Makasar, Perahu Kora-kora dari Maluku, Perahu Mayang dari pantai utara Pulau Jawa, Perahu Lancang Kuning dari Riau, dan Perahu Jukung dari Kalimantan.


Koleksi-koleksi lain yang bisa disaksikan oleh pengunjung museum ini adalah aneka biota laut, data-data jenis dan sebaran ikan di perairan Indonesia, aneka perlengkapan nelayan dan pelayaran tradisional (seperti alat navigasi, jangkar, teropong, model mercusuar, dan aneka meriam), teknologi pembuatan perahu tradisional, peta pelayaran, foto-foto mengenai kegiatan kebaharian sejak masa kolonial Belanda, folklor, dan adat istiadat masyarakat nelayan Nusantara. Selain itu, untuk melengkapi koleksi-koleksi kebaharian Indonesia, di museum ini sekarang telah dilengkapi dengan koleksi-koleksi tambahan, seperti matra TNI AL, koleksi kartografi, tokoh-tokoh maritim Nusantara, dan perjalanan kapal KMP Batavia Amsterdam, serta maket Pulau Onrust.

Secara tematik, tata pamer koleksi dan informasi terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:
1. Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
Koleksi yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan kenelayanan.
2. Ruang Teknologi Menangkap Ikan
Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring.
3. Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional
Koleksi yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.
4. Ruang Biota Laut
Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut, dan dugong.
5. Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia)
Koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk meriam, keramik, dan benteng.
6. Ruang Navigasi
Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu navigasi.
7. Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa
Koleksi yang dipamerkan: foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal uap pertama dari Eropa ke Asia.


Selain dapat menikmati koleksi-koleksi kebaharian, pengujung juga dapat menyaksikan Menara Syahbandar yang masih berdiri kokoh di sekitar kompleks museum. Konon, menara yang dibangun pada tahun 1839 M ini dulu digunakan VOC untuk mengawasi hilir-mudiknya kapal dagang di Pelabuhan Sunda Kelapa yang lokasinya tidak terlalu jauh dari bangunan museum tersebut. Selain itu, wisatawan juga dapat mengunjungi peninggalan bersejarah Belanda lainnya, yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, yang berlokasi cukup dekat dengan museum.

Yang menarik perhatian ialah banyak mendapat kunjungan wisatawan. Tetapi belakangan ini tampak sepi. Angin laut dibiarkan semilir mengipasi benda-benda koleksi sejarah yang kesepian. Kalaupun ada rombongan yang menjenguk, layaknya lebih banyak dikunjungi wisatawan mancanegara katimbang wisatawan lokal. Prosentasinya 65 % wisatawan mancanegara dan 35 % wisatawan lokal. Wisatawan Belanda tercatat menempati urutan teratas dalam jumlah pengunjung. Menyusul wisatawan Eropa lainnya. Jerman, Inggris, Perancis, Australia, Selebihnya bangsa-bangsa dunia lainnya termasuk Asia.

Mengapa kunjungan wisatawan Belanda lebih banyak dibandingkan wisatawan Eropa lainnya ? Ini dapat dipahami karena bangsa Belanda menyimpan hubungan emosional dengan Indonesia. Hampir 3,5 abad lamanya kolonial Belanda menduduki Nusantara. Wajar jika wisatawan Belanda yang berkunjung itu seringkali terkagum-kagum. Dari mulai opa dan oma, hingga anak cucu mereka. Terutama opa dan oma-oma Belanda yang pernah tinggal di Indonesia khususnya di Batavia.



Mereka tak hanya manggut-manggut tapi juga berdecak kagum menyaksikan bekas gudang tua yang dibangun oleh nenek moyang mereka. Bahkan tidak sedikit moyang mereka yang tutup usia dan jasadnya dimakamkan di Batavia. Seperti dapat dilihat pada kuburan Belanda di Ancol, Menteng Pulo, di Museum Wayang Jakarta Kota, Tanah Abang I, dll, menjadi saksi sejarah bahwa bangsa kulit putih yang doyan menyantap roti keju itu cukup lama tinggal di Indonesia.

Selain dapat menikmati koleksi-koleksi kebaharian, pengujung juga dapat menyaksikan Menara Syahbandar yang masih berdiri kokoh di sekitar kompleks museum. Konon, menara yang dibangun pada tahun 1839 M ini dulu digunakan VOC untuk mengawasi hilir-mudiknya kapal dagang di Pelabuhan Sunda Kelapa yang lokasinya tidak terlalu jauh dari bangunan museum tersebut. Selain itu, wisatawan juga dapat mengunjungi peninggalan bersejarah Belanda lainnya, yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, yang berlokasi cukup dekat dengan museum.



Museum Bahari (Maritime Museum)
Jalan Pasar Ikan No. 1
Kawasan Sunda Kelapa, Kecamatan Penjaringan
Jakarta Utara, 14440
Telepon: 021-6692476 / 021-6693406
Fax: 021-6690518
Email : info@museumbahari.org atau hubungi:
Website : http://www.museumbahari.org/

Jam Operasional
Selasa-Minggu : 09.00-15.00 WIB
Jumat : 08.00-11.00
Senin & Hari Libur Nasional : Tutup

Tiket :
Dewasa  : Rp. 5000,-
Mahasiswa  ; Rp. 3000,-
Pelajar  : Rp. 2000,-
Pengunjung Asing  : Rp. 10.000,- (tergantung rombongan)
Tarif pemandu untuk Bahasa Indonesia Rp 25.000
Tarif pemandu untuk Bahasa Belanda atau Bahasa Inggris Rp 50.000

0 komentar :

Post a Comment

 
Top